Minggu, 23 Agustus 2020




Perbandingan Kinerja Routing Multi Copy Dan Routing First Contact
Dengan Stationary Relay Node Pada Delay Tolerant Network (DTN)

Poltak G. Hutajulu1, Widhi Yahya2, Eko Sakti Pramukantoro3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1hutajulupoltak@gmail.com, 2widhiyahya@ub.ac.id, 3ekosakti@ub.ac.id

Abstrak

Internet menjadi salah satu media penyaji dan pertukaran informasi yang paling banyak digunakan. Pertukaran informasi tersebut dapat diakses jika menggunakan konektivitas yang memadai. Beberapa tempat masih memiliki konektivitas yang rendah dan tidak memiliki konektivitas seperti daerah pendakian gunung Semeru, sehingga pertukaran informasi akan sulit diakses dikarenakan delay dan tingkat loss yang tinggi. Masalah tersebut diatasi dengan Delay Tolerant Network (DTN). DTN adalah sebuah konsep jaringan yang toleran terhadap delay dan koneksi yang terputus pada suatu jaringan. Pada penelitian ini menggunakan proses simulasi jaringan DTN pada The ONE simulator untuk membandingkan kinerja protokol routing DTN dengan penambahan Stationary Relay Node. Jenis routing yang digunakan adalah routing First Contact, Epidemic, MaxProp, ProPHET, dan Spray and Wait dengan skenario jalur pendakian Semeru. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan delivery probability tertinggi didapatkan sebesar 0,5388 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node oleh routing Spray and Wait. Overhead ratio tertinggi yang didapatkan sebesar 6,7484 dengan jumlah 50 node dan 20 stationary relay node oleh routing Spray and. Routing First Contact sebelum dan sesudah penambahan Stationary Relay Node memiliki tingkat average latency yang lebih tinggi. Average latency terendah yang didapatkan sebesar 7491,9710 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node oleh routing MaxProp.
Kata kunci: Delay Tolerant Network, Stationary Relay Node, Epidemic, First Contact, MaxProp, ProPHET, Spray and Wait, delivery probability, overhead ratio, average latency.

Abstract

Internet has become the most widely used as media presentations and information exchange. The information exchange can be accessed by using adequate connectivity. Some places still have low connectivity and some place do not have connectivity like Semeru mountain climbing areas, because of that the exchange of information will be difficult to access due to high delay and loss rate. The problem can be solved with Delay Tolerant Network (DTN). DTN is a network concept that is tolerant of delay and disconnected connections on a network. In this study using DTN network simulation process on The ONE simulator to compare the performance of DTN routing protocol with the addition of Stationary Relay Node. Routing types used are routing First Contact, Epidemic, MaxProp, ProPHET, and Spray and Wait with Semeru climbing scenarios. The results of this research show that the highest delivery probability is 0,5388 with 200 node and 15 Stationary Relay Node by Spray and Wait routing. The highest overhead ratio is 6.7484 with 50 nodes and 20 stationary relay nodes by Spray and routing. Routing First Contact before and after the addition of Stationary Relay Node has a higher average latency rate. The lowest average latency is 7491,9710 with 200 nodes and 15 Stationary Relay Nodes by MaxProp routing.

Keywords: Delay Tolerant Network, Stationary Relay Node, Epidemic, First Contact, MaxProp, ProPHET, Spray and Wait, delivery probability, overhead ratio, average latency.
informasi   yang   paling   banyak   digunakan.


1.  PENDAHULUAN

Saat ini pertukaran informasi merupakan hal yang utama dalam era modern. Internet menjadi salah satu media penyaji dan pertukaran

Pertukaran informasi tersebut berjalan dalam jaringan komputer global atau internet. Pertukaran informasi tersebut dapat diakses jika menggunakan konektivitas yang memadai. Saat ini masih ada beberapa tempat yang memiliki



Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya                                                      2513



konektivitas yang rendah dan ada juga yang tidak memiliki konektivitas sehingga pertukaran informasi akan sulit diakses dikarenakan delay yang panjang dan tingkat loss yang tinggi. Kini masalah tersebut dapat diatasi dengan arsitektur dan protokol jaringan yang dinamakan Delay Tolerant Network (DTN). Delay Tolerant Network (DTN) adalah teknologi dengan konsep jaringan yang memiliki komunikasi dan mampu dibentuk dengan jaringan yang terputus-putus dikarenakan node yang selalu bergerak (Muis, dkk, 2013).
Dalam perkembangannya, algoritma routing semakin dikembangkan untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang melakukan penelitian peningkatan performasi pada algoritma routing. Penelitian pertama ialah penelitian yang dilakukan oleh Yovita dan Restu (2016). Pada penelitian tersebut dilakukan peningkatan performasi routing First Contact dengan penambahan Stationary Relay Node. Stationary Relay Node bertindak sebagai node relay yang memiliki kemampuan untuk meneruskan pengiriman paket ke node yang lain. Stationary Relay Node akan meningkatkan jaminan sebuah node akan bertemu dengan node lainnya sebagai relay atau media transfer berikutnya menuju ke tujuan. Pada penelitian routing First Contact dengan Stationary Relay Node meningkatkan delivery probability, nilai overhead ratio dan average latency. Penelitian kedua ialah penelitian yang dilakukan oleh Soares V.N.G.J., Farahmand F., dan Rodrigues J.J.P.C.(2009), yang berjudul ”Improving Vehicular Delay Tolerant Network Performance with Relay Node”. Pada penelitian tersebut didapatkan juga hasil dengan penambahan relay node akan meningkatkan performansi.

Penelitian kali ini akan dilakukan perbandingan kinerja routing Multi Copy dan routing First Contact dengan Stationary Relay Node pada Delay Tolerant Network. Penelitian akan disimulasikan pada peta jalur pendakian Semeru. Alasan mengunakan peta simulasi di jalur pendakian Semeru adalah yang pertama karena jalur pendakian Semeru merupakan jalur pendakian yang masih memiliki konektivitas yang rendah,yang kedua seringnya para pendaki tersesat karena tidak bisa berkomunikasi dengan yang lainnya, dan yang ketiga karena jalur pendakian Semeru memiliki jalur sehingga memenuhi syarat penggunaan stationary relay node. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan kinerja routing Multi Copy dan First Contact dengan penambahan Stationary Relay Node pada peta jalu pendakian gunung Semeru. Untuk kedua routing akan dianalisis nilai delivery probality, overhead ratio, dan average latency sebelum dan sesudah penambahan Stationary Relay Node. Hasil yang didapatkan pada Multi Copy akan dibandikan dengan hasil yang didapatkan pada First Contact. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan jenis routing yang lebih optimal kinerjanya. Untuk melakukan pengujian akan digunakan The ONE Simulator sebagai media pengujian.

1. LANDASAN KEPUSTAKAAN

1.1.  Delay Tolerant Network (DTN)

Delay Tolerant Network adalah sebuah konsep jaringan jarak jauh yang memiliki waktu tunda yang lama dengan koneksi yang selalu berubah-ubah
Prokol utama yang digunakan pada DTN adalah lapisan bundle. Bundle merupakan sebuah unit dasar yang berupa variable dan signal untuk melintasi jaringan DTN (Siswanti, 2013). Lapisan bundle berfungsi untuk menyimpan dan meneruskan sebagian atau semua bundle diantara node. Lapisan bundle melewati semua jaringan yang ada pada region, berbeda dengan lapisan internet. Gambar 1 akan menunjukkan perbedaan letak antara lapisan internet dengan lapisan DTN.


Gambar 1. Lapisan Internet dan lapisan DTN Sumber: Siswanti (2013)

Metode yang digunakan dalam mentransmisikan paket node ke node disebut metode store and forward. Pada DTN sistem pengiriman dari node ke node dengan meneruskan pesan sampai ketujuan setelah melewati rute pada jaringan local (Warthman, 2003, dalam jurnal Siswanti, 2013). Gambar 2 menunjukkan metode store and forward.
Gambar 2. Metode Store and forward
Sumber: Siswanti 2013

Setiap node yang ada pada DTN akan memiliki penyimpanan, penyimpanan tersebut dinamakan store. Setiap paket data yang akan dikirimkan terlebih dahulu akan disimpan pada store. Ketika node dengan node saling bertemu maka data tersebut akan diforward.
1.1.  Routing Multi Copy

1.1.1   Routing Epidemic

Routing Epidemic adalah routing yang bersifat flooding-based forwarding, setiap node akan terus menerus mengirimkan pesan ke node yang baru ditemukan yang belum memiliki salinan pesan hingga TTL berakhir. Semua pesan akan tersebar keseluruh jaringan hingga sampai ke node tujuan. Routing Epidemic dapat memastikan database tetap terdistribusi dan tetap disinkronkan (Widhiyanto, 2016). Routing Epidemic dapat melakukan penyebaran salinan cepat ke dalam jaringan sehingga dapat menghasilkan waktu pengiriman yang optimal namun jaringan akan kebanjiran salinan pesan dan menyebabkan kemacetan jaringan (Widhiyanto, 2016).
Gambar 3. Skema Cara Kerja Routing Epidemic
Sumber: Widhiyanto (2016)

1.1.2   Routing MaxProp

MaxProp merupakan protokol routing yang efektif untuk penyebaran DTN secara nyata. MaxProp menyatukan penjadwalan paket untuk ditransmisikan ke node lain dan berperan dalam

penghapusan buffer pada ruang yang rendah. Pada MaxProp terdapat adaptive threshold yang berperan untuk memprioritaskan paket yang baru dan meningkatkan kinerja jalur berdasarkan routing. MaxProp menunjukkan performanya baik dilingkungan bervariasi dengan DTN.
Protokol MaxProp menggunakan beberapa mekanisme untuk meningkatkan delivery rate dan lower latency dari paket yang dikirimkan. Protokol MaxProp juga menggunakan beberapa mekanisme untuk menentukan urutan paket yang akan ditransmisikan dan dihapus. Protokol MaxProp memiliki daftar paket yang harus dikirimkan yang diurutkan berdasrkan cost pada setiap tujuan. Cost yang dimaksud adalah perkiraan kemungkinan pengiriman pesan ke node. MaxProp memprioritaskan pengiriman paket yang baru dan melakukan pencegahan menerima paket yang sama dua kali.

1.1.3   Routing Spray and Wait

Spray and Wait memiliki dua tahap metode, yaitu tahap Spray dan Wait. Pada tahap Spray node sumber akan meneruskan salinan pesan ke node yang pertama. Selanjutnya, masuk ke tahap Wait untuk melakukan konfirmasi pengiriman. Pada tahap Wait semua node akan menunggu untuk bertemu secara langsung dengan node tujuan.(Wahanani, dkk, 2015).
Strategi replikasi pesan pada routing Spray and Wait sama dengan penyebaran pesan yang terjadi dirouting Epidemic. Gambar 4 bagian (a) menunjukkan fase Spray yaitu pesan yang dihasilkan oleh sumber salinan pesan L akan didistribusikan ke L relay yang berbeda. Jika pesan yang didistribusikan belum sampai ketujuan maka pesan akan direlay lagi ketetangga terdekat sampai masuk ke fase wait. Gambar 4 bagian (b) menunjukkan fase wait, parameter L dipilih tergantung kepadatan jaringan dan waktu rata-rata yang diinginkan. Pada fase wait pesan akan langsung direlay ketujuan pengiriman (Alaoui, dkk, 2015).


Gambar 4. Skema kerja Routing Spray And Wait



1.1.1   Routing ProPHET

Protokol routing ProPHET (Probabilistic Routing Protokol using History of Encounters and Transitivity) merupakan protokol yang dapat memprediksi probabilitas node akan bertemu kembali. Protokol ini probabilistiknya berdasarkan metrik probabilitas bertemu dengan node dan transitivity-nya. Untuk transitivity, node akan berubah menjadi relay untuk menyampaikan pesan untuk node lain (Oria, dkk, 2003, dalam skripsi Putra, 2016).
Routing ProPHET merupakan evolusi dari routing Epidemic yang memperkenalkan konsep prediktabilitas pengiriman. Asumsi dasar ProPHET adalah mobilitas node tidak sepenuhnya secara acak, namun memiliki sejumlah sifat deterministic mengulangi pola penyampaian pesan misalnya dalam ProPHET kemungkinan node telah bertemu dan mengunjungi beberapa lokasi dalam beberapa waktu. Perbedaan mendasar rotuing ProPHET dengan routing Epidemic adalah strategi penyampaiannya. Ketika dua node bertemu, ProPHET mengizinkan pengalihan pesan ke node yang lain jika prediktabilitas pengiriman tujuan pesan lebih tinggi pada node yang lainnya (Mehta dan Shah, 2016).

1.2.  Routing First Contact

Routing first contact merupakan algoritma routing yang sederhana, sehingga algoritma ini tidak dilengkapi dengan komputasi yang tinggi. Routing first contact dapat memberikan delivery probability yang tinggi (Mangrulkar, 2012, dalam jurnal Yovita dan Restu, 2016).
Routing First Contact termasuk kedalam mekanisme routing Single Copy, satu node hanya mengirim paket ke yang lain didekatnya. Strategi pengiriman pesan pada routing First Contact, satu node akan mengirimkan pesan ke node yang lain yang terhubung dengannya secara acak. Jika tidak ada node bisa mengakses, node akan menyimpan data dan meneruskannya sampai muncul koneksi. Namun, node ini tidak akan langsung mendrop pesan yang ditransfer, tetapi akan mendrop data paling awal saat penyimpanan penuh (Wang, dkk.).

1.3.  Stationary Relay Node

Stationary Relay Node bertindak sebagai node relay yang memiliki kemampuan untuk meneruskan pengiriman paket ke node lainnya. Stationary Relay Node akan meningkatkan jaminan bawa sebuah node akan bertemu dengan

node lainnya sebagai relay atau media transfer berikutnya menuju tujuan (Yovita & Restu, 2016).
Stationary Relay Node adalah perangkat stationer yang berada pada tempat yang ditentukan dengan kemampuan store-and- forward. Penggunaan relay node harus menciptakan jumlah yang lebih banyak kesempatan konektivitas dan meningkatkan kinerja (Soares, dkk, 2009).

2.  METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi yang menjelaskan tentang metode yang akan digunakan dalam melakukan penilitian, dengan beberapa tahapan yang digambarkan pada gambar 5 diagram alir penilitian

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian

2.1.  Studi Literatur

Studi literatur merupakan penjelasan tentang beberapa paper yang terkait dengan penilitian ini, teori pendukung yang diperoleh dari jurnal, makalah ilmiah, dan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penulisan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Studi literatur yang ada pada penilitian ini yaitu mengenai protokol routing delay tolerant network (DTN) Multi copy, First Contact, Stationary Relay Node dan alat simulasi ONE Simulator.

2.2.  Rancangan Skenario Pengujian

Pada tahap ini menjelaskan gambaran umum tentang bagaimana rancangan skenario pengujian yang akan dibangun. Peta yang digunakan adalah peta jalur pendakian Semeru dengan skenario pergerakan node mengikuti jalur pada peta. Stationary Relay Node akan diletakkan statis secara acak sesuai dengan skenario jumlah stationary relay node. Node akan bergerak mengikuti jalur pada peta.

1.1.  Pengujian

Dari rancangan skenario yang telah dibuat, maka pengujian dalam penelitian ini akan menggunakan The Opportunistic Network Environtment(ONE) simulator untuk mendapatkan hasil dan data yang akan dianalisis dalam pengambilan kesimpulan pada akhir penelitian

1.2.  Pengumpulan dan Pengambilan Data

Data yang diambil dan dikumpulkan dilakukan saat pengujian telah selesai dilakukan sehingga mendapatkan data dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada simulator. Kemudian hasil dari pengujian pada simulator akan di masukkan kedalam table data yang akan diubah menjadi data statistic sehingga dapat dilakukan analisis data.

1.3.  Analisis

Bagian analisis menjelaskan tentang perbandingan dari model routing yang telah diuji sehingga didapatkan hasil protokol routing yang terbaik dari perbandingan kinerja dalam pengiriman data.

3.5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, akan dapat dilakukan penarikan kesimpulan terhadap kinerja setiap masing – masing protokol routing Multi Copy dan First Contact dengan penambahan Stationary Relay Node.

2. PERANCANGAN SIMULASI JARINGAN

2.1.  Parameter Simulasi
Pada penelitian ini menggunakan paramater yang bersifat tetap. Paramater ini akan digunakan dengan nilai yang sama untuk setiap simulasi yang berbeda. Berikut adalah parameter parameter tersebut:
Tabel 1. Paramater Simulasi

Protokol Routing
Multi copy dan First
Contact
Jumlah Node
50, 100, dan 200 node
Kecepatan Node
0,83-1,38 m/s
Ukuran Buffer
5 MB
Ukuran Buffer
stationary relay node
1 GB
Ukuran Paket
500 kB – 1 MB
Kecepatan pengiriman
data
250 kBps
Waktu Simulasi
54000 detik
Cakupan area node
10 m
Model Mobilitas
Shortest Path Map based
Movement, Stationary Movement

2.2. Skenario Simulasi

Pengujian pada penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa parameter umum sesuai dengan parameter tetap pada Tabel 1. Berikut ini adalah tambahan kondisi pengujian berdasarkan skenario yang dibuat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Skenario Simulasi

No.
Skenario
Penjelasan
1
Skenario 1
Simulasi tanpa Stationary Relay
Node
2
Skenario 2
Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
Stationary Relay Node 5
3
Skenario 3
Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
Stationary Relay Node 10
4
Skenario 4
Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
Stationary Relay Node 15

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.  Delivery Probability

Delivery probability adalah rasio jumlah total pesan yang dikirim ke tempat tujuan dengan jumlah total pesan yang dibuat disumber node.
Delivery Probability = 𝐷
𝐺
D merupakan total pesan yang sampai ketujuan
dan G merupakan total pesan yang dibuat (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013).


Parameter
Skenario
Lokasi Penelitian
Jalur pendakian Semeru
Panjang Rute
17,5 KM


Berikut adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis jenis routing dengan parameter delivery probability :

1.     Routing Epidemic
Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node memberi jaminan untuk setiap node saling bertemu. Delivery probability tertinggi untuk routing Epidemic sebesar 0,1678 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
2.     Routing First Contact
Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing First Contact menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Jumlah pesan yang tersampaikan dengan routing First Contact lebih banyak dibandingkan dengan routing epidemic. Hal tersebut bisa terjadi karena pada routing First Contact setiap pesan akan menukar pesan secara bolak balik dan hanya menerima pesan jika pesan tersebut belum melewatinya sebelumnya. Delivery probability tertinggi untuk routing First Contact sebesar 0,2257 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
3.     Routing MaxProp
Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing MaxProp menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Routing MaxProp dalam mengirim pesan mengurutkan pesan berdasarkan nilai costnya. Delivery probability tertinggi untuk routing MaxProp sebesar 0,1224 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node
4.     Routing ProPHET
Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing ProPHET menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Delivery probabality tertinggi sebesar 0,1016 dengan jumlah 100 node dan 15 Stationary Relay Node. Pada saat jumlah Stationary Relay Node 5, 10, dan 15 dengan 200 node akan mengalami penurunan delivery probability serta penurunan jumlah pesan yang sampai ketujuan. yang terbatas.
5.     Routing Spray and Wait
Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing Spray and Wait menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Jumlah pesan yang terkirim lebih banyak dibandingkan dengan routing Epidemic, routing First Contact, routing MaxProp, dan

 
Text Box: OVERHEAD RATIOrouting ProPHET.. Delivery probability tertinggi untuk routing Spray and Wait sebesar 0,5388 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.


1.1.  Overhead Ratio

Overhead ratio merupakan perbandingan antara jumlah seluruh salinan pesan dengan jumlah pesan yang dibuat. Jika nilai overhead ratio bernilai rendah dapat dipastikan protokol routing sangat baik dalam pengiriman pesan karena tidak terlalu membebani jaringan.
Overhead Ratio = 𝑅−𝐷
𝐷
D merupakan jumlah pesan yang yang


diteruskan oleh node relay, dan R adalah jumlah pesan yang dikirimkan ke tempat tujuan (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013).
Berikut adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis jenis routing dengan parameter overhead ratio :
1.     Routing Epidemic
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing Epidemic dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Pada routing Epidemic dengan tambahan relay node akan membebani jaringan yang disebabkan oleh banyak salinan pesan pada setiap node dan juga pada Stationary Relay Node.. Overhead ratio tertinggi untuk routing Epidemic sebesar 457,5277 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.

2.     Routing First Contact
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing First Contact dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena jumlah node yang ada lebih banyak sehingga salinan pesan yang sampai akan semakin banyak ketujuan Overhead ratio tertinggi untuk routing First Contact sebesar 136,2518 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
3.     Routing MaxProp
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing MaxProp dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node.
 Text Box: AVERAGE LATENCY
Kenaikan overhead ratio yang terjadi dikarenakan sifat pengiriman data pada routing MaxProp lebih memprioritaskan pengiriman pesan yang baru untuk dikirimkan terlebih dahulu dan mencegah pesan yang sama dua kalu sehingga tidak terlalu banyak pesan yang terrelay. Overhead ratio tertinggi untuk routing MaxProp sebesar 310,9710 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
1.     Routing ProPHET
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing ProPHET dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena pada routing ProPHET banyaknya relay yang terjadi sehingga pesan yang dibawa cendurung cepat menua sehingga banyak pesan yang dihapus. Overhead ratio tertinggi untuk routing ProPHET sebesar 484,3593 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
2.     Routing Spray and Wait
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada Spray and Wait dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena routing Spray and Wait lebih efektif dalam pengiriman pesan sampai ketujuan sehingga overhead ratio yang terjadi bersifat konstan dan tidak terlalu besar peningkatannya meskipun tanpa dan dengan Stationary Relay Node. Overhead ratio tertinggi untuk routing Spray and Wait sebesar 7,6805 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.

1.1.  Average Latency

Yang dimaksud dengan Average Latency adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh semua pesan untuk disampaikan dari sumber ke tujuan (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013).

Berikut adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis jenis routing dengan parameter average latency :
1.     Routing Epidemic
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing Epidemic dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node dengan jumlah yang banyak menyebabkan waktu yang lama untuk saling betukar pesan dan semakin banyak terjadi relay. Average latency tertinggi untuk routing Epidemic sebesar 7176,7860 dengan jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.
2.     Routing First Contact
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing First Contact dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk saling bertukar pesan hingga sampai ketujuan dan terjadi banyak relay. Average Latency tertinggi untuk routing First Contact sebesar 5688,6398

dengan jumlah 200 node dan 5 Stationary Relay Node.
3.     Routing MaxProp
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing MaxProp dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Kenaikan average letency yang terjadi tidak signifikan dikarenakan pada routing MaxProp dilengkapi mekanisme lower latency sehingga latency yang didapat dominan tidak terlalu besar. Average latency tertinggi untuk routing MaxProp sebesar 7491,9710 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
4.     Routing ProPHET
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing ProPHET dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena pada routing ProPHET dapat memprediksi node akan bertemu kembali. Average latency tertinggi untuk routing ProPHET sebesar 6364,6477 dengan jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.
5.     Routing Spray and Wait
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada Spray and Wait dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node dengan jumlah yang banyak menyebabkan waktu yang lama untuk saling betukar pesan dan semakin banyak terjadi relay. Average latency tertinggi untuk routing Spray and Wait sebesar 6119,3770 dengan jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.

6.   KESIMPULAN

1.         Delivery probability yang dihasilkan oleh protokol routing Spray and Wait tertinggi dari pada routing yang lain. Setelah penambahan stationary relay node dengan jumlah Stationary Relay Node 5, 10, dan 15 mengalami kenaikan delivery probability

sehingga jumlah pesan yang terkirim sampai ke node tujuan terkirim lebih banyak daripada protokol routing Epidemic, First Contact, MaxProp, dan ProPHET. Delivery probability tertinggi yang didapatkan sebesar 0,5388 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node oleh routing Spray and Wait.
1.         Spray and Wait mendapatkan hasil overhead ratio yang sangat tinggi sehingga lebih efektif dalam penyampaian pesan ke ketujuan serta tidak membutuhkan penyimpanan yang lebih banyak dan tidak membebani jaringan dibandingkan menggunakan protokol routing Epidemic, First Contact, MaxProp, dan ProPHET. Overhead ratio tertinggi yang didapatkan sebesar 6,7484 dengan jumlah 50 node dan 20 Stationary Relay Node oleh routing Spray and Wait
2.         Routing First Contact sebelum dan sesudah penambahan Stationary Relay Node memiliki tingkat average latency yang lebih tinggi dibanding dengan routing Epidemic,routing MaxProp, routing PROPHET dan routing Spray and Wait. Semakin banyak node yang bergerak dan semakin banyak stationary relay node akan menambah average latency. Average latency terendah yang didapatkan sebesar 7491,9710 dengan jumkah 200 node dan 15 Stationary Relay Node oleh routing MaxProp.

7. DAFTAR PUSTAKA

Alaoui, E.A.A., Agoujil, S., Hajar, M., Qaraai, Y., 2015. The Performance od DTN Routing Protocols: A Comparative Study. WSEAS TRANSACTIONS on COMMUNICATIONS. Vol. 14, E-ISSN: 2224-2864.
Mehta, N., Shah, M., 2016. Human Mobility Based Spray and Wait: Efficient Routing Protocol for Pocket Switched Networks. Internasional Journal of Future Generation Communication and Networking. Vol.9, No. 1, pp. 11-12.
Mehto, A., Chawla, M., 2013. Comparing Delay Tolerant Network Routing Protocols for Optimizing L-Copies in Spray and


WaitRouting
for
Minimum
Delay.
Conferense
on
Advances
in
Communication and Control Systems 2013 (CAC2S 2013).
Muis, A., Niswar, M., Ilham, A.A., 2013. Optimisasi kinerja manajemen buffer pada jaringan Delay Tolerant Network (DTN) untuk jenis routing Multycopy. Program Pascasarjana UNHAS.
Putra, P.A., 2016. Analisis energi protokol ProPHET di jaringan Oportunistik. S1. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Siswanti, S.D., 2013. Pengembangan sistem aplikasi pengiriman data daerah terpencil berbasis Delay Tolerant Network. Vol. 8, No. 2.
Wahanani, H.E., Suartana, I.M., Adityawati, D., 2015. Analisa kinerja protokol routing Delay Tolerant Network (DTN) untuk transportasi publik. UPN Vetaran Jawa Timur.
Wang, H., Liu, X., Hu, X., Liu, Q. The Mobile Scenario Influence on DTN Routing. School of Software Beihang University Beijing 100191, China. School of Telecommunications Engineering with Management Beijing University of Posts and Telecommunications Beijing, China.
Widhiyanto, A., 2016. Analisis unjuk kerja protokol routing RAPID di Jaringan Oportunistik. S1. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Yovita, L.V., Restu, J.N., 2016. Analisis performansi algoritma routing First Contact dengan Stationary Relay Node pada Delay Tolerant Network. Vol. 4, No. 2:123-133.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar