Perbandingan Kinerja Routing Multi Copy Dan Routing
First Contact
Dengan Stationary
Relay Node Pada Delay Tolerant
Network (DTN)
Poltak
G. Hutajulu1, Widhi Yahya2, Eko Sakti Pramukantoro3
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu
Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1hutajulupoltak@gmail.com,
2widhiyahya@ub.ac.id,
3ekosakti@ub.ac.id
Abstrak
Internet menjadi salah satu media penyaji dan pertukaran
informasi yang paling banyak digunakan. Pertukaran informasi tersebut dapat
diakses jika menggunakan konektivitas yang memadai. Beberapa tempat masih
memiliki konektivitas yang rendah dan tidak memiliki konektivitas seperti
daerah pendakian gunung Semeru, sehingga pertukaran informasi akan sulit
diakses dikarenakan delay dan tingkat
loss yang tinggi. Masalah tersebut
diatasi dengan Delay Tolerant Network (DTN).
DTN adalah sebuah konsep jaringan
yang toleran terhadap
delay dan koneksi yang terputus pada suatu jaringan.
Pada penelitian ini menggunakan proses simulasi jaringan DTN pada The ONE simulator untuk membandingkan
kinerja protokol routing DTN dengan penambahan Stationary Relay Node. Jenis routing
yang digunakan adalah routing First
Contact, Epidemic, MaxProp, ProPHET, dan Spray and Wait dengan skenario
jalur pendakian Semeru. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan delivery probability tertinggi
didapatkan sebesar 0,5388 dengan jumlah 200 node
dan 15 Stationary Relay Node oleh
routing Spray and Wait. Overhead ratio tertinggi
yang didapatkan sebesar 6,7484 dengan jumlah 50 node dan 20 stationary relay
node oleh routing Spray and. Routing
First Contact sebelum dan sesudah penambahan Stationary Relay Node memiliki tingkat average latency yang lebih tinggi. Average latency terendah yang didapatkan sebesar 7491,9710 dengan
jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node oleh routing MaxProp.
Kata kunci: Delay Tolerant Network, Stationary Relay
Node, Epidemic, First Contact, MaxProp, ProPHET, Spray and Wait, delivery probability,
overhead ratio, average latency.
Abstract
Internet has become
the most widely used as media presentations and information exchange. The information
exchange can be accessed by using adequate connectivity. Some places still have
low connectivity and some place do not have connectivity like Semeru mountain
climbing areas, because of that the exchange
of information will be difficult to access due to high delay and loss rate. The problem can be solved with Delay Tolerant
Network (DTN). DTN is a network concept that is tolerant of delay and disconnected connections on a network. In this study using DTN network simulation process on The ONE simulator to compare the
performance of DTN routing protocol with the
addition of Stationary Relay Node. Routing types used are routing First
Contact, Epidemic, MaxProp, ProPHET, and Spray and Wait with Semeru climbing scenarios. The results of this research
show that the highest delivery probability is 0,5388 with 200 node and 15 Stationary Relay Node by Spray and Wait
routing. The highest overhead ratio is 6.7484 with 50 nodes and 20 stationary
relay nodes by Spray and routing. Routing First Contact before and after the
addition of Stationary Relay Node has a higher average latency rate. The lowest
average latency is 7491,9710 with 200 nodes and 15 Stationary Relay Nodes by
MaxProp routing.
Keywords: Delay Tolerant Network, Stationary Relay
Node, Epidemic, First Contact, MaxProp, ProPHET, Spray and Wait, delivery
probability, overhead ratio, average latency.
informasi yang paling banyak digunakan.
1. PENDAHULUAN
Saat ini pertukaran informasi merupakan
hal yang utama dalam era modern. Internet menjadi salah satu media penyaji dan
pertukaran
Pertukaran
informasi tersebut berjalan dalam jaringan komputer global atau internet.
Pertukaran informasi tersebut dapat diakses jika menggunakan konektivitas yang
memadai. Saat ini masih ada beberapa tempat yang memiliki
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya 2513
konektivitas
yang rendah dan ada juga yang tidak memiliki konektivitas sehingga pertukaran
informasi akan sulit diakses dikarenakan delay
yang panjang dan tingkat loss yang
tinggi. Kini masalah tersebut dapat diatasi dengan arsitektur dan protokol
jaringan yang dinamakan Delay Tolerant
Network (DTN). Delay Tolerant Network (DTN) adalah teknologi dengan konsep jaringan yang memiliki komunikasi
dan mampu dibentuk dengan jaringan yang terputus-putus dikarenakan node yang selalu bergerak (Muis, dkk,
2013).
Dalam perkembangannya, algoritma routing semakin
dikembangkan untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. Terdapat beberapa
penelitian sebelumnya yang melakukan penelitian peningkatan performasi pada
algoritma routing. Penelitian pertama
ialah penelitian yang dilakukan
oleh Yovita dan Restu
(2016). Pada penelitian tersebut dilakukan peningkatan performasi routing First Contact dengan penambahan Stationary Relay Node. Stationary Relay Node
bertindak sebagai node relay yang
memiliki kemampuan untuk meneruskan pengiriman paket ke node yang
lain. Stationary Relay Node akan
meningkatkan jaminan sebuah node akan
bertemu dengan node lainnya sebagai relay atau
media transfer berikutnya menuju ke tujuan. Pada penelitian routing First Contact dengan Stationary Relay Node meningkatkan delivery probability, nilai overhead ratio dan average latency. Penelitian kedua ialah penelitian yang dilakukan
oleh Soares V.N.G.J., Farahmand F., dan Rodrigues J.J.P.C.(2009), yang berjudul
”Improving Vehicular Delay Tolerant
Network Performance with Relay Node”.
Pada penelitian tersebut didapatkan juga hasil dengan penambahan relay node akan meningkatkan performansi.
Penelitian kali ini akan dilakukan perbandingan kinerja routing Multi Copy dan routing First Contact dengan
Stationary Relay Node pada Delay Tolerant
Network. Penelitian akan disimulasikan pada peta jalur pendakian Semeru.
Alasan mengunakan peta simulasi di jalur pendakian Semeru adalah yang pertama
karena jalur pendakian Semeru merupakan jalur pendakian yang masih memiliki
konektivitas yang rendah,yang kedua seringnya para pendaki tersesat karena
tidak bisa berkomunikasi dengan yang
lainnya, dan yang ketiga karena jalur pendakian Semeru memiliki jalur sehingga
memenuhi syarat penggunaan stationary
relay node. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan kinerja routing Multi Copy dan First Contact dengan penambahan Stationary
Relay Node pada peta jalu pendakian gunung Semeru. Untuk kedua routing akan
dianalisis nilai delivery probality,
overhead ratio, dan average latency sebelum dan sesudah penambahan Stationary Relay Node. Hasil yang
didapatkan pada Multi Copy akan
dibandikan dengan hasil yang didapatkan pada First Contact. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan jenis routing
yang lebih optimal kinerjanya. Untuk melakukan pengujian akan digunakan The ONE Simulator sebagai media
pengujian.
1. LANDASAN KEPUSTAKAAN
1.1. Delay Tolerant Network (DTN)
Delay Tolerant
Network adalah sebuah konsep jaringan jarak jauh yang
memiliki waktu tunda yang lama dengan koneksi yang selalu berubah-ubah
Prokol utama yang digunakan pada DTN adalah lapisan bundle. Bundle merupakan sebuah unit dasar yang berupa variable dan signal
untuk melintasi jaringan DTN (Siswanti, 2013). Lapisan bundle berfungsi untuk menyimpan dan meneruskan sebagian atau semua
bundle diantara node. Lapisan bundle melewati
semua jaringan yang ada pada region, berbeda dengan lapisan internet. Gambar 1
akan menunjukkan perbedaan letak antara lapisan internet dengan lapisan DTN.
Gambar 1. Lapisan
Internet dan lapisan DTN Sumber: Siswanti (2013)
Metode yang digunakan dalam mentransmisikan paket node ke node disebut metode store and
forward. Pada DTN sistem pengiriman dari node ke node dengan
meneruskan pesan sampai ketujuan setelah melewati rute pada jaringan local
(Warthman, 2003, dalam jurnal Siswanti, 2013). Gambar 2 menunjukkan metode store and forward.
Gambar 2. Metode Store and forward
Sumber: Siswanti
2013
Setiap node yang
ada pada DTN akan memiliki penyimpanan, penyimpanan tersebut dinamakan store. Setiap paket data yang akan
dikirimkan terlebih dahulu akan disimpan pada store. Ketika node dengan
node saling bertemu maka data
tersebut akan diforward.
1.1. Routing Multi Copy
1.1.1 Routing Epidemic
Routing Epidemic adalah routing yang bersifat flooding-based forwarding, setiap node akan terus menerus mengirimkan
pesan ke node yang baru ditemukan
yang belum memiliki salinan pesan hingga TTL berakhir. Semua pesan akan
tersebar keseluruh jaringan hingga sampai ke node tujuan. Routing Epidemic
dapat memastikan database tetap terdistribusi dan tetap
disinkronkan (Widhiyanto, 2016). Routing
Epidemic dapat melakukan penyebaran salinan cepat ke dalam jaringan
sehingga dapat menghasilkan waktu pengiriman yang optimal namun jaringan akan
kebanjiran salinan pesan dan menyebabkan kemacetan jaringan (Widhiyanto, 2016).
Gambar 3. Skema Cara
Kerja Routing Epidemic
Sumber: Widhiyanto
(2016)
1.1.2
Routing MaxProp
MaxProp merupakan protokol routing yang
efektif untuk penyebaran DTN secara nyata. MaxProp
menyatukan penjadwalan paket untuk ditransmisikan ke node lain dan berperan dalam
penghapusan
buffer pada ruang yang rendah. Pada MaxProp
terdapat adaptive threshold yang berperan untuk memprioritaskan
paket yang baru dan meningkatkan kinerja jalur berdasarkan routing. MaxProp menunjukkan
performanya baik dilingkungan bervariasi dengan DTN.
Protokol MaxProp menggunakan
beberapa mekanisme untuk meningkatkan delivery
rate dan lower latency dari paket
yang dikirimkan. Protokol MaxProp juga
menggunakan beberapa mekanisme untuk menentukan urutan paket yang akan ditransmisikan dan dihapus.
Protokol MaxProp memiliki daftar
paket yang harus dikirimkan yang diurutkan berdasrkan cost pada setiap tujuan. Cost
yang dimaksud adalah perkiraan kemungkinan pengiriman pesan ke node. MaxProp memprioritaskan pengiriman paket yang baru dan melakukan
pencegahan menerima paket yang sama dua kali.
1.1.3
Routing Spray and Wait
Spray and Wait memiliki dua tahap metode, yaitu tahap Spray dan Wait. Pada
tahap Spray node sumber akan
meneruskan salinan pesan ke node yang
pertama. Selanjutnya, masuk
ke tahap Wait untuk melakukan konfirmasi pengiriman. Pada tahap Wait semua node akan menunggu untuk bertemu secara langsung dengan node tujuan.(Wahanani, dkk, 2015).
Strategi replikasi pesan pada routing Spray and Wait sama dengan penyebaran pesan yang terjadi
dirouting Epidemic. Gambar 4 bagian
(a) menunjukkan fase Spray yaitu
pesan yang dihasilkan oleh sumber salinan pesan L akan didistribusikan ke L relay yang berbeda. Jika pesan yang
didistribusikan belum sampai ketujuan maka pesan akan direlay lagi ketetangga terdekat sampai masuk ke fase wait. Gambar 4 bagian (b) menunjukkan
fase wait, parameter L dipilih
tergantung kepadatan jaringan dan waktu rata-rata yang diinginkan. Pada fase wait pesan akan langsung direlay ketujuan pengiriman (Alaoui, dkk,
2015).
Gambar 4. Skema kerja Routing Spray And Wait
1.1.1
Routing ProPHET
Protokol routing
ProPHET (Probabilistic Routing
Protokol using History of Encounters and Transitivity) merupakan protokol yang dapat memprediksi probabilitas node akan bertemu kembali. Protokol ini
probabilistiknya berdasarkan metrik probabilitas bertemu dengan node dan transitivity-nya. Untuk transitivity,
node akan berubah menjadi relay untuk
menyampaikan pesan untuk node lain
(Oria, dkk, 2003, dalam skripsi Putra, 2016).
Routing ProPHET merupakan evolusi dari routing
Epidemic yang memperkenalkan konsep
prediktabilitas pengiriman. Asumsi dasar ProPHET
adalah mobilitas node tidak
sepenuhnya secara acak, namun memiliki sejumlah sifat deterministic mengulangi pola penyampaian pesan misalnya dalam ProPHET kemungkinan node telah bertemu dan mengunjungi beberapa lokasi dalam beberapa
waktu. Perbedaan mendasar rotuing ProPHET
dengan routing Epidemic adalah
strategi penyampaiannya. Ketika dua node bertemu,
ProPHET mengizinkan pengalihan pesan
ke node yang lain jika
prediktabilitas pengiriman tujuan pesan lebih tinggi pada node yang lainnya (Mehta dan Shah, 2016).
1.2.
Routing First Contact
Routing first
contact merupakan algoritma routing yang sederhana, sehingga algoritma ini tidak dilengkapi
dengan komputasi yang tinggi. Routing first
contact dapat memberikan delivery
probability yang tinggi (Mangrulkar, 2012, dalam jurnal Yovita dan Restu,
2016).
Routing First
Contact termasuk kedalam mekanisme routing Single Copy, satu node hanya
mengirim paket ke yang lain
didekatnya. Strategi pengiriman pesan pada routing
First Contact, satu node akan
mengirimkan pesan ke node yang lain
yang terhubung dengannya secara acak. Jika tidak ada node bisa mengakses,
node akan menyimpan data dan meneruskannya sampai muncul koneksi. Namun, node
ini tidak akan langsung mendrop pesan yang ditransfer, tetapi akan mendrop data
paling awal saat penyimpanan penuh (Wang, dkk.).
1.3.
Stationary Relay Node
Stationary Relay
Node bertindak sebagai node relay yang memiliki kemampuan untuk meneruskan pengiriman
paket ke node lainnya. Stationary Relay Node akan meningkatkan
jaminan bawa sebuah node akan bertemu
dengan
node lainnya
sebagai relay atau media transfer berikutnya menuju tujuan (Yovita & Restu,
2016).
Stationary Relay
Node adalah perangkat stationer yang berada pada
tempat yang ditentukan dengan kemampuan store-and-
forward. Penggunaan relay node harus
menciptakan jumlah yang lebih banyak kesempatan konektivitas dan meningkatkan
kinerja (Soares, dkk, 2009).
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang menjelaskan tentang metode yang akan
digunakan dalam melakukan penilitian, dengan beberapa tahapan yang digambarkan
pada gambar 5 diagram alir penilitian
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
2.1.
Studi Literatur
Studi literatur merupakan
penjelasan tentang beberapa
paper yang terkait dengan penilitian ini, teori pendukung yang diperoleh dari
jurnal, makalah ilmiah, dan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan
penulisan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Studi literatur yang ada
pada penilitian ini yaitu mengenai protokol routing
delay tolerant network (DTN) Multi copy, First Contact, Stationary Relay Node dan
alat simulasi ONE Simulator.
2.2. Rancangan Skenario Pengujian
Pada tahap ini menjelaskan gambaran umum tentang
bagaimana rancangan skenario pengujian yang akan dibangun. Peta yang digunakan
adalah peta jalur pendakian Semeru dengan skenario pergerakan node mengikuti jalur pada peta. Stationary Relay Node akan diletakkan
statis secara acak sesuai dengan skenario jumlah stationary relay node. Node akan
bergerak mengikuti jalur pada peta.
1.1. Pengujian
Dari rancangan skenario yang telah dibuat, maka pengujian
dalam penelitian ini akan menggunakan The
Opportunistic Network Environtment(ONE) simulator untuk mendapatkan hasil dan data yang akan dianalisis
dalam pengambilan kesimpulan pada akhir penelitian
1.2. Pengumpulan dan Pengambilan Data
Data yang diambil dan dikumpulkan dilakukan saat
pengujian telah selesai dilakukan sehingga mendapatkan data dari hasil
pengujian yang telah dilakukan pada simulator. Kemudian hasil dari pengujian
pada simulator akan di masukkan kedalam table data yang akan diubah menjadi
data statistic sehingga dapat dilakukan analisis data.
1.3. Analisis
Bagian analisis menjelaskan tentang perbandingan dari model routing yang
telah diuji sehingga
didapatkan hasil protokol routing yang terbaik dari perbandingan
kinerja dalam pengiriman data.
3.5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, akan
dapat dilakukan penarikan kesimpulan terhadap kinerja setiap masing – masing
protokol routing Multi Copy dan First Contact dengan penambahan Stationary Relay Node.
2. PERANCANGAN SIMULASI JARINGAN
2.1. Parameter Simulasi
Pada penelitian ini menggunakan paramater yang bersifat
tetap. Paramater ini akan digunakan dengan nilai yang sama untuk setiap
simulasi yang berbeda. Berikut adalah
parameter parameter tersebut:
Tabel 1. Paramater Simulasi
Protokol Routing
|
Multi copy dan First
Contact
|
Jumlah Node
|
50, 100, dan 200 node
|
Kecepatan Node
|
0,83-1,38 m/s
|
Ukuran Buffer
|
5 MB
|
Ukuran Buffer
stationary relay
node
|
1 GB
|
Ukuran Paket
|
500 kB – 1 MB
|
Kecepatan
pengiriman
data
|
250 kBps
|
Waktu Simulasi
|
54000 detik
|
Cakupan area node
|
10 m
|
Model Mobilitas
|
Shortest Path Map based
Movement,
Stationary Movement
|
2.2. Skenario Simulasi
Pengujian pada penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa parameter umum sesuai dengan parameter tetap pada Tabel 1.
Berikut ini adalah tambahan kondisi pengujian berdasarkan skenario yang dibuat
pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Skenario Simulasi
No.
|
Skenario
|
Penjelasan
|
1
|
Skenario 1
|
Simulasi tanpa Stationary Relay
Node
|
2
|
Skenario 2
|
Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
Stationary Relay Node 5
|
3
|
Skenario 3
|
Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
Stationary Relay Node 10
|
4
|
Skenario 4
|
Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
Stationary Relay Node 15
|
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Delivery Probability
Delivery probability adalah rasio
jumlah total pesan yang dikirim ke tempat tujuan dengan jumlah total pesan yang
dibuat disumber node.
Delivery Probability = 𝐷
𝐺
D merupakan total pesan yang
sampai ketujuan
dan G merupakan total pesan yang dibuat (Mehto, A., dan
Chawla, M., 2013).
Parameter
|
Skenario
|
Lokasi Penelitian
|
Jalur pendakian Semeru
|
Panjang Rute
|
17,5 KM
|
Berikut
adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis jenis routing dengan parameter delivery
probability :
1.
Routing Epidemic
Dari
grafik gambar 6, 7, dan 8 menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary
Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary
Relay Node memberi jaminan untuk setiap node
saling bertemu. Delivery probability tertinggi
untuk routing Epidemic sebesar 0,1678
dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
2.
Routing First Contact
Dari
grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
First Contact menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Jumlah pesan yang tersampaikan dengan routing First Contact lebih banyak
dibandingkan dengan routing epidemic.
Hal tersebut bisa terjadi karena pada routing
First Contact setiap pesan akan menukar pesan secara bolak balik dan hanya
menerima pesan jika pesan tersebut belum melewatinya sebelumnya. Delivery probability tertinggi untuk routing First Contact sebesar 0,2257
dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
3.
Routing MaxProp
Dari
grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
MaxProp menunjukkan terjadi kenaikan delivery
probability dengan menggunakan Stationary
Relay Node. Routing MaxProp dalam mengirim pesan mengurutkan pesan
berdasarkan nilai costnya. Delivery probability tertinggi untuk routing MaxProp sebesar 0,1224 dengan
jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node
4.
Routing ProPHET
Dari
grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
ProPHET menunjukkan terjadi kenaikan delivery
probability dengan menggunakan Stationary
Relay Node. Delivery probabality tertinggi sebesar 0,1016 dengan jumlah 100
node dan 15 Stationary
Relay Node. Pada saat
jumlah Stationary Relay Node 5, 10,
dan 15 dengan 200 node akan mengalami penurunan delivery probability serta penurunan jumlah pesan yang sampai
ketujuan. yang terbatas.
5.
Routing Spray and Wait
Dari
grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
Spray and Wait menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Jumlah pesan yang terkirim lebih banyak
dibandingkan dengan routing Epidemic,
routing First Contact, routing MaxProp, dan
routing ProPHET.. Delivery probability tertinggi
untuk routing Spray and Wait sebesar
0,5388 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
1.1.
Overhead Ratio
Overhead ratio merupakan perbandingan antara jumlah seluruh salinan pesan dengan
jumlah pesan yang dibuat. Jika nilai overhead
ratio bernilai rendah dapat dipastikan protokol
routing sangat baik dalam pengiriman pesan karena tidak terlalu membebani
jaringan.
Overhead Ratio = 𝑅−𝐷
𝐷
D merupakan jumlah pesan
yang yang
diteruskan oleh node relay, dan R adalah jumlah pesan yang dikirimkan ke tempat tujuan (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013).
Berikut adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis
jenis routing dengan parameter overhead ratio :
1.
Routing Epidemic
Grafik
gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
Epidemic dengan menggunakan Stationary
Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Pada routing
Epidemic dengan tambahan relay node akan
membebani jaringan yang disebabkan oleh banyak salinan pesan pada setiap node dan juga pada Stationary Relay Node.. Overhead
ratio tertinggi untuk routing
Epidemic sebesar 457,5277 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay
Node.
2.
Routing First Contact
Grafik
gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
First Contact dengan menggunakan Stationary
Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan
Stationary Relay Node. Hal
ini terjadi karena jumlah node yang
ada lebih banyak sehingga salinan pesan yang sampai akan semakin banyak
ketujuan Overhead ratio tertinggi
untuk routing First Contact sebesar
136,2518 dengan jumlah 200 node dan
15 Stationary Relay Node.
3.
Routing MaxProp
Grafik
gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
MaxProp dengan menggunakan Stationary
Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node.
Kenaikan overhead ratio yang
terjadi dikarenakan sifat pengiriman data pada routing MaxProp lebih memprioritaskan pengiriman pesan yang baru
untuk dikirimkan terlebih dahulu dan mencegah pesan yang sama dua kalu sehingga
tidak terlalu banyak pesan yang terrelay. Overhead ratio tertinggi
untuk routing MaxProp sebesar
310,9710 dengan jumlah 200 node dan
15 Stationary Relay Node.
1.
Routing ProPHET
Grafik
gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
ProPHET dengan menggunakan Stationary
Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan
Stationary Relay Node. Hal
ini terjadi karena pada routing
ProPHET banyaknya relay yang
terjadi sehingga pesan yang dibawa cendurung cepat menua sehingga banyak pesan
yang dihapus. Overhead ratio tertinggi
untuk routing ProPHET sebesar
484,3593 dengan jumlah 200 node dan
15 Stationary Relay Node.
2.
Routing Spray and Wait
Grafik
gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan terjadi kenaikan overhead ratio pada Spray and
Wait dengan menggunakan Stationary
Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan
Stationary Relay Node. Hal
ini terjadi karena routing Spray
and Wait lebih efektif dalam pengiriman pesan sampai ketujuan sehingga overhead ratio yang terjadi bersifat
konstan dan tidak terlalu besar peningkatannya meskipun tanpa dan
dengan Stationary Relay Node. Overhead
ratio tertinggi untuk routing Spray
and Wait sebesar 7,6805 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
1.1.
Average Latency
Yang dimaksud dengan Average
Latency adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh semua pesan untuk
disampaikan dari sumber ke tujuan (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013).
Berikut adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis
jenis routing dengan parameter average latency :
1.
Routing Epidemic
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing Epidemic dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node dengan jumlah yang banyak menyebabkan waktu
yang lama untuk saling betukar pesan dan semakin banyak terjadi relay. Average latency tertinggi untuk routing
Epidemic sebesar 7176,7860 dengan jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.
2.
Routing First Contact
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing First Contact dengan menggunakan
Stationary Relay Node dibandingkan
tanpa menggunakan Stationary
Relay Node. Hal
ini terjadi karena banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk saling bertukar
pesan hingga sampai ketujuan dan terjadi banyak relay. Average Latency tertinggi untuk routing First Contact sebesar 5688,6398
dengan jumlah 200 node
dan 5 Stationary Relay Node.
3.
Routing MaxProp
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing MaxProp dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
menggunakan Stationary Relay Node. Kenaikan
average letency yang terjadi tidak
signifikan dikarenakan pada routing
MaxProp dilengkapi mekanisme lower
latency sehingga latency yang
didapat dominan tidak terlalu besar. Average
latency tertinggi untuk routing
MaxProp sebesar 7491,9710 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
4.
Routing ProPHET
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada routing ProPHET dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena pada routing ProPHET dapat memprediksi node akan bertemu kembali. Average latency tertinggi untuk routing ProPHET sebesar 6364,6477 dengan
jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.
5.
Routing Spray and Wait
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada Spray and Wait dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node dengan jumlah yang banyak menyebabkan waktu
yang lama untuk saling betukar pesan dan semakin banyak terjadi relay. Average latency tertinggi untuk routing
Spray and Wait sebesar 6119,3770 dengan jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.
6. KESIMPULAN
1.
Delivery probability yang dihasilkan oleh
protokol routing Spray and Wait tertinggi
dari pada routing yang lain. Setelah penambahan stationary relay node dengan jumlah Stationary Relay Node 5, 10, dan 15 mengalami kenaikan delivery probability
sehingga jumlah pesan yang terkirim sampai ke node tujuan terkirim lebih banyak
daripada protokol routing Epidemic, First
Contact, MaxProp, dan ProPHET.
Delivery probability tertinggi yang didapatkan sebesar 0,5388 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay
Node oleh routing Spray and Wait.
1.
Spray and Wait mendapatkan hasil overhead ratio yang sangat tinggi
sehingga lebih efektif dalam penyampaian pesan ke ketujuan serta tidak membutuhkan
penyimpanan yang lebih banyak dan tidak membebani jaringan dibandingkan
menggunakan protokol routing Epidemic, First Contact, MaxProp, dan
ProPHET. Overhead ratio tertinggi
yang didapatkan sebesar 6,7484 dengan jumlah 50 node dan 20 Stationary Relay
Node oleh routing Spray and Wait
2.
Routing First Contact sebelum dan sesudah
penambahan Stationary Relay Node memiliki
tingkat average latency yang lebih
tinggi dibanding dengan routing
Epidemic,routing MaxProp, routing
PROPHET dan routing Spray and Wait. Semakin
banyak node yang bergerak dan semakin
banyak stationary relay node akan
menambah average latency. Average latency
terendah yang didapatkan sebesar 7491,9710 dengan jumkah 200 node dan 15 Stationary Relay Node oleh routing
MaxProp.
7.
DAFTAR PUSTAKA
Alaoui, E.A.A., Agoujil, S., Hajar, M., Qaraai, Y.,
2015. The Performance od DTN Routing
Protocols: A Comparative Study. WSEAS TRANSACTIONS on COMMUNICATIONS. Vol.
14, E-ISSN: 2224-2864.
Mehta, N., Shah, M., 2016. Human Mobility Based Spray and Wait: Efficient Routing Protocol for
Pocket Switched Networks. Internasional Journal of Future Generation Communication and Networking.
Vol.9, No. 1, pp. 11-12.
Mehto, A., Chawla,
M., 2013. Comparing Delay Tolerant Network Routing Protocols
for Optimizing L-Copies in Spray and
WaitRouting
|
for
|
Minimum
|
Delay.
|
Conferense
|
on
|
Advances
|
in
|
Communication and Control Systems
2013 (CAC2S 2013).
Muis, A., Niswar, M., Ilham, A.A., 2013. Optimisasi
kinerja manajemen buffer
pada jaringan Delay Tolerant Network (DTN) untuk jenis routing
Multycopy. Program Pascasarjana UNHAS.
Putra, P.A., 2016. Analisis
energi protokol ProPHET di jaringan Oportunistik. S1. Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Siswanti, S.D., 2013. Pengembangan sistem aplikasi pengiriman data daerah terpencil berbasis
Delay Tolerant Network. Vol. 8, No. 2.
Wahanani, H.E., Suartana, I.M., Adityawati, D., 2015. Analisa kinerja protokol routing Delay
Tolerant Network (DTN) untuk transportasi publik. UPN Vetaran Jawa Timur.
Wang, H., Liu, X., Hu, X., Liu, Q. The Mobile Scenario Influence on DTN Routing. School of Software
Beihang University Beijing 100191, China. School of Telecommunications
Engineering with Management Beijing University of Posts and Telecommunications
Beijing, China.
Widhiyanto, A., 2016. Analisis unjuk kerja protokol routing RAPID di Jaringan Oportunistik. S1.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Yovita, L.V., Restu, J.N., 2016. Analisis performansi algoritma routing First Contact dengan Stationary
Relay Node pada Delay Tolerant Network. Vol. 4, No. 2:123-133.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar